A. Bahan Pewarna Makanan
Dalam ilmu kimia bahan pewarna makanan tergolong zat aditif makanan. Zat
aditif adalah bahan-bahan yang ditambahkan sebagai campuran pada makanan. Bahan
pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok besar yakni pewarna alami dan
pewarna buatan. Di Indonesia, penggunaan zat pewarna untuk makanan baik yang
diizinkan maupun dilarang diatur dalam SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 235/MenKes/Per/VI/79 dan direvisi melalui SK Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 722/MenKes/Per/VI/88 mengenai bahan tambahan makanan.
Pewarna alami diperoleh dari tanaman ataupun hewan yang berupa pigmen.
Beberapa pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain klorofil
terdapat pada daun-daun berwarna hijau, karotenoid terdapat pada
wortel dan sayuran lain berwarna oranye-merah. Umumnya, pigmen-pigmen ini
bersifat tidak cukup stabil terhadap panas, cahaya, dan pH tertentu. Walau
begitu, pewarna alami umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping bagi
tubuh.
Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan
yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna
alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu Warna kuning ( tartrazine dan sunset yellow), Warna merah (allura,
eritrosin dan amaranth), Warna biru (biru berlian).
Kelebihan dari pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat
menghasilkan warna yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna
buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan
pemanasan, sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran
pada saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang menggunakan pewarna alami,
maka warna tersebut akan segera pudar ketika mengalami proses penggorengan.
B. Deteksi Bahan Pewarna Berbahaya
Uji zat pewarna makanan merupakan suatu perlakuan untuk mengetahui ada atau
tidaknya kandungan bahan kimia berbahaya dalam makanan. Telah diketahui bahwa berbagai jenis makanan dan minuman yang beredar di
Indonesia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, telah diwarnai dengan
pewarna tekstil atau yang bukan zat pewarna "food grade", yaitu yang
tidak diizinkan digunakan dalam makanan. Pewarna-pewarna tersebut memang lebih
banyak digunakan untuk tekstil, kertas atau kulit. Seperti telah diketahui,
berdasarkan beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa beberapa zat pewarna
tekstil yang tidak diizinkan tersebut bersifat racun bagi manusia sehingga
dapat membahayakan kesehatan konsumen, dan senyawa tersebut memiliki peluang
dapat menyebabkan kanker pada hewan-hewan percobaan. Cara mendeteksi zat
pewarna makanan hasil sintetik , dapat dilakukan melalui dua cara antara lain
1. Cara Modern,
Teknik ini biasanya dilakukan di laboratorium yang maju, analisis pewarna
makanan sudah secara rutin dilakukan, dengan berbagai teknik dan metoda.
Sebagian besar dari cara analisa tersebut masih berdasarkan suatu prinsip
kromatografi atau pun menggunakan alat spektrophotometer. Cara tersebut
digunakan untuk mendeteksi zat pewarna tersebut secara teliti, karena itu
minimal diperlukan fasilitas yang cukup canggih serta dituntut tersedianya
berbagai pelarut organik, yang biasanya cukup mahal harganya. Di samping itu
teknik tersebut juga memerlukan tenaga terampil yang profesional. Berbagai
penelitian telah dilakukan untuk mencari beberapa metoda yang praktis tetapi
teliti untuk mengidentifikasi adanya pewarna sintetik dan bila perlu dapat
membedakan jenis pewarna sintetik dalam makanan. Hal tersebut penting sekali
bagi laboratorium pangan, pembuat kebijaksanaan dan organisasi pelindung
konsumen agar mempunyai suatu teknik atau metoda analisis yang cepat cara
kerjanya dan dapat membedakan antara zat pewarna makanan dengan pewarna
tekstil. Teknik analisis tersebut seyogyanya yang cukup sederhana sehingga
mudah dilakukan di tingkat rumah tangga dan di lapangan bagi penjual zat
pewarna atau penjual makanan.
2. Cara Sederhana
Babu dan Indushekhar S (1990), telah melaporkan hasil penelitiannya, bahwa
deteksi zat pewarna sintetik dapat dilakukan secara sederhana dengan
menggunakan peralatan yang sederhana, seperti gelas, air dan kertas saring.
Sehingga tidak diperlukan adanya pelarut ataupun memerlukan tersedianya peralatan
khusus. Metoda ini dapat dikerjakan di rumah maupun di lapangan. Keistimewaan
atau keuntungan penting dari metoda tersebut adalah karena cara analisisnya
tidak membutuhkan ketersediaan zat pewarna-pewarna standar apapun. Ide dari
metoda sederhana ini didasarkan pada kemampuan zat pewarna tekstil yang berbeda
dengan zat pewarna makanan sintetis, di antaranya karena daya kelarutannya
dalam air yang berbeda. Zat pewarna tekstil seperti misalnya Rhodamin B
(merah), Methanil Yellow (kuning), dan Malachite Green (hijau), bersifat tidak
mudah larut dalam air.
Sedangkan prinsip kerjanya adalah kapilaritas kertas saring dengan pelarut
air (PAM, destilata, atau air sumur) . Setelah zat pewarna diteteskan di ujung
kertas saring, air dari bawah akan mampu menyeret zat-zat pewarna keatas.
Apabila bahan pewarna tersebut merupakan bahan yang aman dikonsumsi, maka akan
terseret jauh (lebih dari 5 cm) oleh air dari gelas secara kapilaritas.
Sedangkan jika bahan pewarna tersebut merupakan zat pewarna yang berbahaya seperti
bahan pewarna tekstil maka tidak akan terseret jauh oleh air (kurang dari 3 cm)
melalui kapilaritas pada kertas saring. Bahkan terkadang tetap diam ditempat,
hal ini menunjukan bahwa sifat zat pewarna tekstil tidak mudah larut dalam air.
Jika terseret antara 3 sampai 5cm maka meragukan dan harus diuji dengan uji
laboratorium yang lebih teliti. Cara ini praktis untuk mengecek atau
mengidentifikasi zat warna dalam kemasan yang akan digunakan untuk mengolah
makanan secara spesifik. Para teknisi laboratorium dan lembaga konsumen, bahkan
siswa SMA serta konsumen awam, kini dapat dengan mudah, cepat dan sederhana
mendeteksi zat warna tekstil tersebut, bila diinginkan.
Keunggulan lain dari metoda sederhana ini adalah tidak diperlukannya
standar pembanding (kecuali ingin mendeteksi zat pewarna apa). Akan tetapi
hasil uji dengan metoda tersebut perlu pula dikonfirmasi lebih lanjut dengan
uji yang dikerjakan di laboratorium dengan menggunakan metoda konvensional.
Sehingga dapat benar-benar diyakini bahwa bahan pewarna tersebut tidak
mengandung bahan pewarna untuk tekstil. Hal ini penting karena terkadang hasil
penelitian terbaru dapat mencabut ijin pemakaian bahan pewarna tertentu yang
sebelumnya tercantum di dalam daftar pewarna yang diijinkan oleh Badan Pengawasan
Obat-Obatan dan Makanan (BPOM).
C. Bahan Pewarna Berbahaya Pada Makanan
Zat pewarna makanan tidak lain hanyalah berfungsi sebagai penarik perhatian
agar terkesan enak dan lezat. Zat pewarna makanan dibedakan menjadi dua macam
yaitu pewarna makanan alami dan buatan (sintetik). Pewarna makanan yang paling
aman untuk dikonsumsi yaitu pewarna makanan alami. Sedangkan pewarna sintetik
kurang aman bahkan bisa berbahaya jika mengandung zat kimia yang tidak layak
untuk dicampurkan pada makanan. Contoh bahan-bahan pewarna makanan berbahaya
yang ditemukan dipasaran sebagai campuran pewarna antara lain.
1. Rhodamin B,
Warnanya merah dan sifatnya tidak mudah larut dalam air, seringdigunakan
sebagai pewarna tekstil.
2. Methanil Yelow
Warnanya kuning dan sifatnya tidak mudah larut dalam air.
3. Malchite Green
Warnanya hijau dan sifatnya tidak mudah larut dalam air.
D. Kertas Saring
Kertas saring yaitu kertas yang terbuat dari bahan-bahan selulosa. Bahan
selulosa yaitu bahan-bahan yang tebuat dari tumbuh-tumbuhan. Misalnya bubur
rumput, jerami dan kayu. Kertas saring sering disebut ”Filter Paper”.
Kegunaan kertas saring yaitu untuk menyaring bahan-bahan atau zat yang bersifat
cair, atau dapat memisahkan sebuah campuran dalam kegiatan praktik, pengujian
atau penelitian dalam laborat.
Kertas saring bersifat menyerap air, bahkan daya serap terhadap zat cair
paling baik jika dibandingkan dengan kertas biasa lainnya. Keunggulan daya
serap yang optimal menjadikan kertas saring sangat baik untuk eksperimen yang
berhubungan dengan kapilaritas. Oleh Karena itu pada penelitian ini cukup
efektif dan hasilnya lebih optimal maka peneliti menggunakan kertas saring.
good
BalasHapusterimakasih infonya sangat membantu^^/
BalasHapus